QURBAN 1 EKOR KAMBING UNTUK DIRI SENDIRI DAN ANGGOTA KELUARGA
Hari raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1441 H sebentar lagi akan menghampiri umat Islam, tepatnya Jum’at, 31 Juli 2020 M. Masyarakat Indonesia umumnya melaksanakan qurban untuk masing-masing anggota keluarga setiap tahunnya, baik qurban seekor kambing maupun sapi yang dapat dibagi untuk tujuh orang. Selain diniatkan atas nama pribadi, ternyata banyak pula yang mengurbankan seekor kambing untuk satu keluarga.
Terlepas dari perbedaan pandangan dari para ‘Ulama, kajian ini akan membahas tentang masalah berkurban untuk shohibul qurban dan keluarganya, bagaimana memahaminya berdasarkan dalil dalil dari Al-Qur’an dan Al hadits.
Islam memberikan keleluasan pada umatnya dalam mengamalkan ajaran-ajarannya untuk kebaikan dunia dan akherat. Contohnya adalah dalam berqurban. Dalam berqurban, seekor kambing cukup untuk dirinya dan satu keluarga. Maksudnya adalah ibadah kurban sekalipun dilakukan oleh seorang angota keluarga namun seluruh anggota keluarga akan mendapatkan pahala. Hal itu berdasarkan hadits :
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ اْلأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى. [رواه ابن ماجه والترمذي عن عطاء بن يسار].
Artinya: “Saya bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshari: Bagaimana kamu berqurban pada masa Rasulullah saw? Ia berkata: Bahwa seseorang pada masa Rasulullah saw berqurban dengan menyembelih kambing bagi dirinya dan anggota keluarganya, kemudian mereka makan dan membagikannya kepada orang lain sehingga mereka saling membanggakan diri. Maka jadilah hal itu sebagaimana yang kamu lihat.” [HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi dari Atha’ Ibn Yasar].
Hadits ini memberikan keterangan khusus dari keterangan umum dalam Al-Qur’an yang menegaskan bahwa seseorang memperoleh pahala adalah hanya atas perbuatan (ibadah) yang ia lakukan. Firman Allah dalam surat an-Najm (53) ayat 39:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى. [النجم (53): 39].
Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” [QS. an-Najm (53): 39].
Dalam surat al-Baqarah (2) ayat 286 Allah SWT berfirman:
... لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ... [البقرة (2): 286].
Artinya: “… ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya …” [QS. al-Baqarah (2): 286].
Dan dalam surat Yasin (36) ayat 54 Allah berfirman:
... وَلاَ تُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ. [يس (36): 54].
Artinya: “… dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” [QS. Yaasiin (36): 54].
Antara ayat dan hadits tersebut tidak ada kontradiktif/ta’arud (saling bertentangan) karena hadits tersebut menjelaskan kekhususan ibadah kurban (Bayan Takhsis).
Bayan Takhsis, yaitu hadits yang menerangkan kekhususan dari ketentuan (hukum) umum yang disebutkan dalam al-Qur’an, seperti dalam ayat-ayat sebagaimana yang ditulis di atas, bahwa seseorang akan memperoleh pahala atas perbuatannya sendiri. Akan tetapi hadits tersebut membolehkan seorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya. Rasulullah SAW juga memberikan teladan mengenai hal ini, sesuai hadits :
عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ اشْتَرَى كَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوءَيْنِ فَذَبَحَ أَحَدَهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ لِمَنْ شَهِدَ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لَهُ بِالْبَلَاغِ وَذَبَحَ الْآخَرَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَعَنْ آلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Diriwayatkan dari ‘Aisyah dan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila hendak menyembelih kurban, Beliau membeli dua ekor kambing kibasy yang besar dan gemuk, bertanduk, berwarna putih dan terputus pelirnya. Beliau menyembelih seekor untuk umatnya yang bertauhid dan membenarkan risalah, kemudian menyembelih seekor lagi untuk diri Beliau dan untuk keluarga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. [HR Ibnu Majah, Ahmad ]
Namun, para Ulama memberikan batasan tertentu. Merujuk pada pendapat ulama Mazhab Maliki. Para ulama menetapkan tiga syarat yang memperbolehkan qurban untuk keluarga: 1) tinggal bersama, 2) memiliki hubungan kekerabatan, dan 3) memiliki satu keluarga serta pemberi nafkah yang sama. Jika ketiga syarat tersebut terpenuhi, maka qurban dianggap sah dan masing-masing anggota keluarga tetap memperoleh pahala qurban seekor kambing.
**Sekian, semoga bermanfaat**
Penulis,
H. Sholihin, MA
Pengasuh PP Ar Ruhamaa’ Playen
Tidak ada komentar